Surabaya, pedulirakyat.id
DR. Djoko Adi Waluyo, dosen Universitas PGRI Adi Buana Surabaya berpendapat menanamkan jiwa nasionalis harus dimulai sejak dini. Artinya dimulai saat sekolah dasar. Budi pekerti yang luhur, cinta lingkungan sekolah, cinta lingkungan keluarga, patuh pada orang tua, taat pada guru, sayang pada teman-teman. Dus pada gilirannya mempunyai kecintaan pada tanah air, bangsa dan negara.
Rupanya hal yang demikian sudah dimulai dengan pembelajaran nilai-nilai di semua jenjang pendidikan. Di TK/Paud/SD, peserta didik sudah hafal teks Pancasila. Implementasinya nilai-nilai Pamcasila diajarkan di sekolah. Baik jenjang SMP dan SMA/SMK. Mengedepankan sikap perilaku baik, menghargai pendapat orang lain, menghormati keyakinan dan kepercayaan orang lain, gotong royong, mempelajari sejarah bangsa dan lainnya.
Mengenal filosofi bangsa, mempelajari konstitusi negara, memahami wilayah negara beserta adat istiadat suku-suku bangsa. Bila sudah demikian adanya, maka siswa sudah paham akan substansi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.
Ratna Indarwulan, S. Pd, Guru IPAS dan Bahasa Daerah SMK Pariwisata Satya Widya Surabaya, mengutarakan bahwa nilai-nilai Pancasila sudah disisipkan ke materi pembelajaran Bahasa Daerah dan IPAS.
‘Setiap saya mengajar senantiasa saya masukkan nilai-nilai dari Pancasila kepada anak didik. Misal, bersikap sopan santun, menghormati orang tua, bertutur halus, kerja sama, Namun untuk pelajaran IPAS saya sentuh langsung pada hubungan manusia kepada Allah,” kata Bu Ratna, panggilan kesehariannya, sembari jari telunjuk tangan kanannya menuding ke atas.
Di tempat lain, Falah Widodo, S. SH. I, Guru Agama Islam SD Negeri Mojo 3 Surabaya, mengatakan penanaman keimanan dan ketaqwaan sudah dipraktikkan pada siswa kelas 1 hingga kelas 6. Tetapi untuk sholat berjamaah dhuhur pada kelas 4 dan kelas 5. Untuk Asmaul Husna dan istighosa pada kelas 5 dan kelas 6.
“Kegiatan menyantuni anak yatim piatu, membantu pada keluarga yang meninggal dunia dan kerja bakti dan menjaga kebersihan mushola dilakukan setiap hari oleh semua siswa. Semua ini adalah bentuk upaya kongkrit dari penanaman nilai-nilai Pancasila,” urai Pak Wid, sapaan akrabnya di sekolah.
Purbandari, S. Sn, Ketua Ludruk RRI Surabaya juga sudah menanamkan nilai-nilai Pancasila pada setiap lakon ludruk.
“Lakon yang bertemakan perjuangan, cinta tanah air dan kesetiaan terhadap bangsa dan negara. Semua ini akan menjadi teladan bagi penonton ludruk,” katanya di Studio Pro 4 RRI Surabaya.
Hari ini (29 Mei 2024) RRI Surabaya membuka dialog Pagelaran Pasca Pemilu dengan tema “Indonesia Tentram dalam Keberagaman”. Pembicara Dr. Suko Widodo, M. Si, Dosen Unair Surabaya, Novli Bernado Theyysen, SH, Ketua Bawaslu Surabaya.
“RRI harus jadi pusat kebudayaan. Seperti acara baca geguritan (puisi dalam bahasa Jawa), tari, musik. Semua sudah ada di seni pertunjukan ludruk RRI Surabaya,. Di kampus hanya bersifat teori, implementasinya di RRI Surabaya,” tegas Suko Widodo. Lebih lanjut Suko Widodo mengutarakan bahwa di luar negeri disebut broad way ( jalan besar untuk budaya). Seperti di sekolah banyak juga guru yang seniman. Maka sudah pasti akan mengembangkan nilai-nilai rasa seni. Namun semuanya harus kembali pada kemauan publik akan nilai seni. Dan ini sudah jelas sebuah upaya menanamkan nilai-nilai Pancasila.
Acara ini juga diisi seni tari remo, dangdut, baca geguritan dan seni lainnya.
Poedianto