Oleh: Poedianto
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia sudah disepakati para pendiri bangsa (Bung Karno, Bung Hatta, KH. Achmad Dahlan, KH. Agus Salim, KH. Hasjim Asjari dan lainnya) Sebagai way of life, sebagai pandangan hidup, sebagai pemersatu bangsa, sebagai sumber dari segala sumber hukum. Karenanya bagi warga negara seyogyanya memahami, menghayati dan melaksanakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Sebab ini merupakan konsekwensi formal dan konsekwensi logis dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Konsensus nasional tercermin dari pemikiran, ucapan dan tindakan para pendiri negara, dan telah menghasikan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI serta UUD 1945. Pencapaian ini, sudah barang tentu melalui diskusi yang panjang. Dan disampaikan dengan jelas dalam sidang-sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Nama Pancasila sudah dikenal sejak jaman Majapahit, yaitu terdapat pada kitab Negarakertagama tulisan Mpu Pranaca dan kitab Sutasoma tulisan Mpu Tantular.
Bung Karno memperkenalkan Pancasila dan memaparkannya (sebagai buah pikir) untuk dasar negara. dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945, kala itu para pendiri negara membahas tentang dasar-dasar negara.Indinesia. Dalam sidang yang dipimpin Dr. Radjiman Wedyodiningrat, saat itu, Bung Karno mengatakan, bahwa Pancasila bukan ciptaannya, tetapi Bung Karno mempelajari, menggali, sejarah bangsa dan akar-akar budaya daerah (kearifan lokal).Konon, pemaparan Pancasila oleh Bung Karno, mendapat sambutan hangat semua anggota BPUPKI. Lalu dibentuklah PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang beranggotakan sembilan tokoh. Yaitu, Ir. Soekarno (ketua), Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua), Mr. Moh. Yamin (anggota), Mr. Achmad Subardjo (anggota), Mr. A.A. Maramis (anggota), Abdul Kahar Muzakir (anggota), KH. Wachid Hasyim (anggota), KH. Agus Salim (anggota), Abikusno Tjokrosujoso (anggota). Hasilnya, Pancasila disepakati sebagai dasar negara Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika (keberagaman, kemajemukan), NKRI (keutuhan wilayah), UUD 1945 (konstitusi). Ini dikenal dengan nama Empat Konsesus Dasar Nasional
Dalam perjalanan waktu, gangguan terhadap dasar negara silih berganti. DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia), PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia), Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta), RMS (Republik Maluku Selatan), PKI (Pertai Komunis Indonesia) dan gangguan-gangguan yang lain. Namun kesemuanya bisa diselesaikan dengan baik.
Kini Pancasila di tengah semaraknya era demokrasi, era global, era kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era yang demikian ini, mindset senantiasa mengutamakan keunggulan-keunggulan di segala lini dan cenderung dikemukakan di banyak perhelatan percakapan publik. Keunggulan ekonomi, keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi, keunggulan informasi dan keunggulan lainnya. Konstelasi ini, pengaruh global, pengaruh luar negeri, sangat deras masuk di tengah-tengah masyarakat. Baik pengaruh tentang pandangan hidup, pengaruh budaya, pengaruh politik, pengaruh ekonomi, maupun pengaruh lainnya. Hal ini karena semakin canggihnya alat-alat komunikasi yang eksesnya semakin cepatnya arus informasi. Kesemuanya memenuhi ruang dan waktu kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Derasnya informasi ini diiringi paham-paham (isme) dari manca negara. Maka wawasan dan penghayatan Pancasila harus menjiwai kehidupan sehari-hari warga bangsa Indonesia. Sebagai tameng dan benteng pengaruh paham asing bisa dieliminer. Budaya tradisi maupun adat istiadat (kearifan lokal) diupayakan dengan sangat untuk dilestarikan. Substansinya nilai-nilai dari pada sila-sila Pancasila dihayati dan di laksanakan.
Pancasila mempunyai lima sila. Dari sila yang satu ke sila yang lainnya saling berhubungan, maka sila-sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan, sebagai suatu sistem pandangan hidup berbangsa. Dus dengan demikian, semua peraturan serta perundang-undangan negara bersumber dari Pancasila. Sebab semua ini untuk mengatur, menata masyarakat agar kecerdasan dan kesejahteraan segera terwujud.
MERAJUT KEBINEKAAN
Indonesia negara yang besar. Baik ditinjau dari luas wilayah, maupun besarnya jumlah penduduk. Aneka macam pula seni budaya, bahasa daerah, agama dan kepercayaan. Karenanya dengan semangat persatuan sebagai bangsa, sebagai kebertautan sejarah serta kultur yang sama, maka agar tetap satu tidak ada cara lain kecuali dengan merajut kebinekaan supaya Indonesia tetap langgeng selamanya.
Sejarah sudah menyatakan bahwa para pendiri bangsa telah berpikir keras untuk meletakkan Pancasila sebagai dasar negara. Baik dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau dengan diskusi setiap waktu diantara mereka. Bung Karno, Bung Hatta, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Achmad Dahlan, KH. Agus Salim, AA. Maramis dan lainnya. Walhasil, Pancasila disepakati dan ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia.
Dalam perjalanan sebuah bangsa, berkali- kali mengalami gejolak. Pemberontakan NII, DI/TI, PKI, RMS dan yang lain, namun semuanya bisa diselesaikan.
Dan kini Indonesia dihuni mayoritas generasi muda. Di pundak generasi ini, maju mundurnya sebuah negara ditentukan. Pendidikan, kesehatan, budaya, kehidupan beragama dan lainnya harus menjadi fokus utama diperbaiki. Perbaikan-perbaikan semua lini kehidupan harus dijalankan.
Pondasi dari semua upaya perbaikan adalah M e r a j u t. K e b i n e k a a n.
JANGAN MELUPAKAN SEJARAH.
Berbagai interpretasi dalam menyikapi nilai-nilai kepahlawanan. Ini adalah sah-sah saja ditengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Penalarannya adalah demikian. Sebelum proklamasi 17 Agustus 1945, semua komponen bangsa berjuang dengan tujuan mengganti pemerintahan Hindia Belanda, pemerintahan Dai Nipon Jepang ketangan pemerintahan bangsa sendiri. Maka semua pelaku-pelaku sejarah yang ikut serta mendarma baktikan tenaga, pikirannya, hartanya bahkan nyawanya untuk mengusir imperalisme di tanah air disebut pahlawan kemerdekaan.
Namun setelah sang merah putih berkibar di wilayah nusantara, artinya Indonesia sudah merdeka, maka semua anak-anak bangsa telah mengisi kemerdekaan dengan segala macam keahlian, kemampuan sesuai dengan kompetensinya masing-masing serta ruang lingkupnya yang digelutinya.
Maka muncullah sebutan-sebutan pahlawan menurut devinisinya. Ada pahlawan pendidikan, ada pahlawan buruh, ada pahlawan kemanusiaan, ada pahlawan iptek, ada pahlawan lingkungan, dan ada pula pahlawan keluarga. Yang kesemuanya itu sudah jelas-jelas diperuntukkan untuk kemanfaatan manusia.
Ayah dan Ibu adalah pahlawan keluarga, sebab yang merawat serta membiayai sekolah, kuliah bagi putra-putrinya. Misalnya, saya, kakak, adik-adik ditanggung oleh ibu. Ibu saya banting tulang bekerja setelah ayah tiada untuk keluarga.
Siapa yang menjuluki gelar pahlawan ? Sudah jelas komunitasnya. Gelar pahlawan tidak harus dari pemerintah. Yang jelas gelar pahlawan adalah dinilai oleh masyarakat, karena segenap hidupnya diperuntukkan pada perbaikan-perbaikan sesama. Perbaikan mutu pendidikan pada keluarga, seperti perjuangan ayah dan ibu yang memperhatikan pendidikan putra-putrinya. Sebab ayah ibu telah membiayai segala keperluan sekolah, kuliah bagi putra-putrinya.
Profesi guru itu juga pahlawan, sebab sepanjang hidupnya diperuntukkan bagi kecerdasan anak didiknya. Sebab profesi guru adalah mulia.
Pahlawan kemerdekaan, adalah berjuang untuk merdeka. Pahlawan keagamaan, sepanjang hidupnya senantiasa menata mental spiritual bagi masyarakat. Pahlawan iptek, selama hidup selalu memajukan untuk kemajuan teknologi. Misal penemu mesin huller (penggiling padi), ini sudah jelas untuk meringankan para petani. Yang dulu ketika panen tiba, proses untuk menjadikan beras dengan ditumbuk pakai alu dan lesung. Setelah ada mesin huller, beban petani tidak lagi berat, sebab mesin huller tidak lagi banyak mmbutuhkan tenaga manusia. Penemu listrik, penemu otomotif, penemu komputer, penemu telpon. Hasil temuanya ini dipergunakan untuk segala lini kehidupan manusia.
Jadi pendidikan di sekolah, terutama para guru harus bisa menjelaskan pada anak didik devinisi pahlawan. Pahlawan jangan hanya dipahami dengan pahlawan kemerdekaan semata. Maka setelah merdeka, banyak pahlawan-pahlawan menurut bidangnya masing-masing. Semua guru harus bisa menjelaskan dengan obyektif. Guru matematika, harus bisa menguraikan dan menjelaskan siapa penemu ilmu berhitung. Guru biologi harus bisa juga menjelaskan siapa penemu khasiat tanaman obat. Dan juga guru bidang studi lainnya. Inilah yang dinamakan pembelajaran terpadu.
***
Poedianto