Sby, pedulirakyat.id
Mohammad Avif Ziaul Cholil, S. Pd, pengajar pondok pesantren Asy Syafiiyah Surabaya mengatakan bahwa sopan santun generasi muda menurun.
“Di pondok pesantren diajari tentang praktik beragama. Sopan santun, patuh pada orang tua, guru serta orang yang dituakan, tolong menolong dan sebagainya.
“Misalnya, bila anak muda berjalan lewat di depan orang tua harus menundukkan kepala sembari mengucap hormat. Jadi tidak sludrang-sludrung. Di pondok pesantren semua tata kesopanan dijarkan. Tidak saja teori tetapi langsung praktik. Yang pada pokoknya semua santri baru dibekali sopan santun,” kata pengajar yang asli Mojokerto ini dengan mimik serius.
Sementara semua gandrung terhadap kemajuan teknologi informasi, namun kurang bisa menangkal ekses negatifnya. Sebab semua informasi bisa didapat dengan mudah dan cepat. Baik informasi yang bermanfaat untuk tata pergaulan maupun yang menjurus pada perilaku yang tidak patut.
Yulius Puguh Adi Widodo, S. Sos, M. Si, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Bhayangkara Surabaya dan Penyiar Senior RRI Surabaya ini mengutarakan ekses negatif dari media sosial yang bisa mempengaruhi tata kesopanan terhadap anak-anak muda.
“Mungkin juga karena pengaruh negatif media sosial dan masuknya budaya asing,” ungkapnya.
Sementara Aulia Nurul Islam, S. Sos, Guru Bimbingan Konseling (BP) SMK Pariwisata Satya Widya Surabaya, mengutarakan kurangnya perhatian orang tua bisa membuat lepas kendali dalam pergaulan. Dan ini akar masalah kenakalan siswa.
“Semuanya dipengaruhi kurangnya perhatian orang tua dan bisa juga pengaruh pergaulan di lingkungan teman-teman. Orang tua sibuk kerja sehingga pergaulan putra-putrinya luput perhatian. Maka akibatnya anak menjadi nakal dan kurang sopan,” urai Aulia Nurul Islam.
Citizen – Poedianto